Kebangkitan Islam

   Pencanangan kebangkitan Islam di abad ke-15 Hijriah atau abad ke-21 telah disepakati banyak pemimpin Islam. Bahkan dalam beberapa konferensi Islam ditutup dengan tekad membangkitkan Islam dalam abad ini–termasuk juga organisasi besar Islam seperti OKI memproklamirkan abad ke-21 ini sebagai masa bangkitnya gaung kebudayaan Islam di Bumi.

   Hari ini, kurang lebih 13 tahun berlalu, kini kita telah memasuki tahun 1413 H, gaung kebangkitan Islam tetap nampak dan iramanya menembus daerah Asia Tenggara, melalui Malaysia merambat ke Indonesia. Dalam khutbah-khutbah Jum’at, dalam diskusi-diskusi, tema kebangkitan Islam sering ditampilkan. Gemuruhnya nampak terasakan. Namun pertanyaannya, apakah kebangkitan Islam hanya seperti itu saja ? Hanya dalam bentuk khutbah Jum’at atau diskusi panel atau tableq akbar ? Sebenarnya apa dan bagaimana kebangkitan Islam ini bisa diwujudkan dalam bentuk kenyataan yang merealitas ? Insya Allah tulisan ini men jadi bahan masukan.

BUKAN UTOPI

   Kebangkitan Islam, bagi ummat Islam tak lain dipandang sebagai bangkit dan membuminya nilai-nilai Islam. Islam sebagai ideologi, Islam sebagai sumber moral, Islam sebagai ilmu yang haq, dan Islam sebagai aturan hidup, secara terpadu dibangkitkan dan bangkit di Bumi. Islam tidak lagi dipandang melulu sebagai bahan kajian, objek ilmu yang tak terpaut dengan realitas, tetapi dianggap sebagai konteks dimana kehidupan berlangsung. Dengan demikian, bersama kebangkitanIslam, dalam realitas muncul kebudayaan dan peradaban Islam dengan cahaya anggunya menyinari bumi dan manusia, mengarahkan dan mengayomi kehidupan manusiawi. Hukum-hukum Allah mendapat tempat yang utuh dan tepat, diterapkan dalam kenyataan. Keadilan ditegakkan, al haq dibesarkan. Maka kendali kepemimpinan dunia beralih pada ummat, melalui penumbangan hegemoni Barat.

   Dalam garis ini, maka kebangkitan Islam tidak lain dari kebangkitan ummat. Dimana ummat berkuasa menentukan jalan hidupnya sendiri, menetapkan kebijaksanaan intern sendiri, serta berkuasa akan penetapan hubungan-hubungannya sesuai dengan kehendaknya, sesuai dengan apa yang digariskan pencipta Yang Agung. Ummat berhak akan jalan hidupnya, sebagaimana yang diyakininya. Ummat tidak lagi diserang dan dirongrong dengan konsep-konsep yang berbeda dengan jati dirinya. Ummat tidak lagi ditekan dan dipaksa untuk memenuhi kepentingan politik dan budaya orang lain. Ummat tidak lagi dijajah, bukan hanya secara fisik tapi secara budaya dan ideologis oleh orang lain. Dengan demikian, maka kebangkitan Islam adalah kebangkitan ummat, kebebasan dari dunia Barat, kebangkitan harga diri.

   Harga diri ummat, kebanggaan (izzah), tak lain muncul dari pemahaman akan jati diri, dan jati diri yang cemerlang saja yang akan membawa kebanggaan. Sebagaimana para sahabat terdahulu demikian berbahagia dan bangga dengan Islam, meski mereka kurang baik dari segi materi maupun peradaban.

   Ummat di hari ini belum seberapa memiliki harga diri, masih dibelenggu rasa rendah diri (inferior complex), karena kekalahan dalam setiap lapangan. Bukan saja kekalahan dilapangan fisik, namun juga intelektual. Bukan saja kekalahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan, tapi juga kekalahan dalam hal pemahaman terhadap jati diri. Kekalahan ini demikian parah, bahkan telah lebih parah dari penghinaan.

   Saudara kita di Palestina, dengan sisa-sisa kekuatan, anak-anak dan ibu-ibu berjuang dengan lemparan batu dan jepretan ketapel. Bayangkan, hanya dengan alat-alat yang sederhana, dengan alat-alat seperti itu intifhadah bertahan dan mencoba mencari simpati dunia. Bosnia dengan pembantaian membabi-buta, sungguh memilukan, mengiris dan menyayat-nyayat kalbu kita. Tidakkah mereka itu dipandang sebagai manusia lagi oleh Barat dan musuh-musuh Islam ? Kehormatan dan harga diri telah tercampakkan pada tempat yang terbawah, terhinakan. Belum selesai ini semua menyusul Somalia.

   Kekalahan di bidang informatika melengkapi semua kekalahan-kekalahan ini. Maka bukan saja informasi bermanfaat tak sampai ke telinga kaum muslimin, bahkan informasi menjadi hilang maknanya. Yang ada hanyalah informasi hasil rekayasa yang diabdikan untuk kepentingan kelompok tertentu. Maka ketika kata ” Islam ” diucapkan, citra yang ada hanya sekelompok orang / masyarakat terbelakang , fanatikdan bodoh, kasar, teroris, masyarakat yang senang berperang, ajaran yang ditegakkan dengan pedang, yang menganjurkan beristri 4, yang menyuruh berpuasa 1 bulan penuh, yang tidak boleh minum alkohol. Islam ditampilkan dengan wajah kotor dan keras. Pemutar-balikan informasi pun tak luput menimpa para pemimpin Islam. Tokoh Ziaul Haq (semoga Allah ridla kepadanya) dikesankan sebagai tokoh yang kasar lagi jahat, padahal dia lah yang melaksanakan perbaikan dan berusaha menegakkan Islam di Pakistan. Gammal Abdul Nasser dipopulerkan, ditokohkan, padahal dia lah yang menghukum gantung tokoh Islam seperti Hassan al Bana dan Sayid Qutb (semoga Allah ridla kepada jundullah ini).

   Citra buruk inilah yang memerosotkan harga diri. Dan sebagian kita yang tak tahan, segera mengcounter dengan argumentasi apologis, yang justru malah semakin mencerminkan sikap rendah diri, bahkan mengingkari Al Qur’an.

   Lalu, dapatkah dengan kondisi separah ini Islam bangkit ? Tidakkah ini hanya sebuah utopi ?

   Allah tidak akan mengubah nasib seseorang, suatu kaum atau suatu bangsa kalau orang itu, kaum itu, atau bangsa itu tak berkehendak untuk mengubahnya. Kalau ummat mau, dengan bantuan Allah kebangkitan Islam insyaallah akan dapat diraih. Dengan demikian kata “mau” ini mesti diartikan dalam bentuk ikhtiar yang tak kenal lelah. Kebangkitan Islam bukanlah khayalan belaka, bukan sebuah utopi. Dia bisa mewujud, kalau konsep yang jelas serta dicontohkan oleh tauhidul uswah, rasulullah, dimiliki dan dijalankan dengan istiqomah.

   Barat mungkin akan menilai lain. Bagi mereka issue kebangkitan Islam ditanggapi dengan studi gejala untuk ini dan hasilnya didiskusikan diantara mereka untuk kepentingan mereka. Manakala dipersepsikan ummat bahwa kebangkitan Islam adalah mewujudkan lagi masyarakat Madinah, maka kata utopis diberikan para orientalis untuk persepsi ini.

   Dengan demikian dapat difahami, bahwa kebangkitan Islam adalah project ummat, dalam skala ummat, kerja ummat dan hanya ummat saja yang bertanggungjawab atasnya. Terpengaruh dengan ejekan  Barat hanya akan menyurutkan langkah. Dan sekali lagi mesti dikatakan bahwa jati diri mesti terus digali sehingga cahayanya terpancar menepis keraguan, memberi semangat, dan membangkitkan harga diri. Dengan demikian, maka kebangkitan Islam bukan saja akan dibumikan di Timur Tengah atau Indonesia, tapi juga di Bosnia atau Somalia. Kebangkitan Islam menembus dimensi bangsa dan ruang–global.

   Ciri lain kebangkitan Islam adaah sifat progresif, maju kedepan. Kalau kebangkitan Islam diidealkan sebagai bangkitnya masyarakat Madinah, maka tidak berarti bahwa peradaban manusia yang ada sekarang sama sekali dinihilkan, ditinggalkan, lalu kita kembali pada tingkat material masa-masa awal tahun Hijriah. Bukan demikian. Kemampuan material yang ada sekarang, yang dimiliki peradaban masa kini, tetap merupakan modal, namun tujuan-tujuan dibalik penguasaan dan pengembangan kemampuan material/sarana ini mesti diresapi dengan nilai-nilai Islami. Dengan kata lain, penguasaan material mendapat porsinya yang tepat dalam kerangka dan visi Islam. Lalu dengan modal utama jati diri yang utuh, gerak progresif di segala lapangan dijalankan.

   Kebangkitan Islam pekat dengan sifat harokah (gerakan) dan bukan melulu konsep di atas kertas yang tak berkait dengan tindakan-tindakan real. Dia merupakan suatu harokah yang terarah dan ummat berkuasa untuk mengarahkannya, dilandasi konsep yang benar dan dicontohkan Rasulullah. Bersifat aktiv dan kontinue. Suatu gerakan total masyarakat Islam dunia.

   Konsep kebangkitan Islam yang dirumuskan para pemimpin Islam, pemimpin yang bukan saja mempunyai kemampuan ilmiah yangtinggi namun juga bahu membahu dalam gerakan Islam, melingkupi beberapa aspek yang menyangkut start awal, pendekatan  dan visi ke muka. Pertama adalah menyangkut pembangkitan semangat.

KEBANGKITAN SEMANGAT

   Adalah dapat difahami, bahwa langkah pertama yang mesti dilaksanakan sehubungan dengan kondisi ummat sekarang ini adalah pembangkitan semangat. Sebagaimana telah ditulis sebelumnya, bahwa ummat di hari ini telah kalah hampir pada setiap lapangan. Ummat di hari ini memiliki rasa minder terhadap kemajuan Material dan hegemoni Barat. Belum lagi ditambah penghinaan, pengrusakan, serta pembantaian, maka lengkaplah pemburaman wajah ummat. Dalam level dunia, ummat masuk dalam warga kelas dua, bahkan mungkin lebih rendah lagi. Ummat yang digariskan Allah sebagai khalifah fil ardh, sebagai pemimpin dunia, telah jatuh dan terhinakan. Dengan bangga Thatcher, Bush dll merumuskan Tatanan Dunia Baru (The New World Order), dunia baru yang nyaman untuk mereka dan menyesakkan dada ummat. Tatanan Dunia yang berdasarkan kehendak mereka, demokrasi ala mereka, dan hukum-hukum buatan mereka. Dalam level dunia ummat Islam telah demikian tersudut. Saking tersudutya hampir-hampir ummat frustrasi. Ketika The Satanic Verse karya Salman Rusdhie (semoga Allah melaknatnya) muncul, memang ingin melawan ‘book by book’,’article by article’, namun kondisi ketidakadilan yang ada didunia penerbitan Barat membuat ummat tak dapat memilih cara selain demonstrasi dan kekerasan. Kalau saja media informasi dan penerbitan Barat bisa netral, fair dan berlaku adil diyakini jalan keluar kekerasan tak akan terjadi. Ummat punya banyak penulis, ummat memiliki banyak sastrawan, journalis dlsb.

   Rekan-rekan di Jepang mungkin dapat merasakan betapa ummat Islam dan pelajar-pelajar dari negara Islam mendapat perlakuan yang berbeda dengan rekannya dari Amerika atau Eropa. Belum lagi budaya minum sake di Jepang yang membuat mahasiswa-mahasiswa Islam menjadi kurang disenangi. Sebagaimana diketahui, bahwa untuk membina keakraban dan kekompakkan dalam lab, prof bersama-sama mahasiswa kerap mengadakan acara minum bersama. Maka tak pelak mahasiswa muslim tersisihkan, menempati kelas dua.

   Ringkasnya, adalah dapat difahami bahwa langkah pertama yang mesti dilaksanakan sehubungan dengan kebangkitan Islam adalah pembangkitan semangat ummat. Pembangkitan dari rasa minder, pembangkitan sehingga ummat memiliki lagi harga diri, izzah, kebanggaan akan Islam. Sebagaimana yang dimiliki Rubaya di hadapan Panglima Rustum dari Parsia.

   Untuk pembangkitan semangat ini, paling tidak jalur yang ditempuh melalui 4 jalan, alaqotul;

1. iztimaiyah
2. ta’lifah
3. ilamiah
4. tarbawiyah

   Pembangkitan semangat melalui jalur iztimaiyah muncul dalam bentuk komunikasi sosial. Dalam bentuk khutbah-khutbah jum’at,  dalam bentuk diskusi-diskusi panel, dalam bentuk tableq akbar, seminar dlsb. Gemuruh kebangkitan semangat dalam cara ini sampai dan ramai di Indonesia. Thema kebangkitan Islam mengisi pembicaraan-pembicaran baik di masjid-masjid kampung, ruang kelas. Gegap gempitanya, beberapa waktu lalu terasakan.

   Alaqotul ta’lifiah, berupa pembangkitan semangat melalui jalur percetakan, buku-buku, majalah. Buku-buku Islam, baik Merjemahan maupun karangan muslimin Indonesia, meramaikan pasaran buku Indonesia. Majalah-majalah Islam pun bermunculan meski dengan variasi penampilan dan kedalaman isi.

   Pembangkitan semangat melalui jalur ilamiah, media iklan, elektronik adalah salah satu cara. Di Indonesia sendiri media ini cukup menggembirakan mesti kedalamannya bervariasi.

   Pembangkitan semangat melalui jalur tarbawiyah, pendidikan dan pembinaan integral merupakan salah cara. Di banyak negara, konsep tarbawiyah ini kadang terlupakan. Padahal konsep ini dan pelaksanaannya dicontohkan oleh rasulullah. Dimulai terhadap istri Beliau, rasulullah menempa para sahabat, mentarbiah mereka dalam rumah Arqom bin Abil Arqom.